Kami pulang ke rumah sekitar
pukul 5 sore. Memang cukup lama, tapi kami membeli sekotak kue stoberi dan
blackforest di toko kue dekat sekolahku. Mama yang terlihat khawatir segera
menanyai kami, “kemana saja kalian? Kenapa lama sekali?”
“Ah Mama. Kami kan cuma
bertemu dengan teman baru kami. Mama kok khawatir sekali?” ucapku.
“Memang tidak apa-apa. Tapi
kenapa kalian tidak membalas SMS dan tidak menjawab telepon dari Mama?” tanya
Mama.
Aku dan kakak mengecek HP
kami. Ternyata memang ada SMS dan panggilan tak terjawab dari Mama. Kakak
segera menjawab, “maaf, Ma. HP kami tidak kami bunyikan dan daritadi kami tidak
memeriksanya.”
“Kalian ini. Ya sudah,
cepatlah pergi mandi. Kalian akan dimarahi jika kalian belum mandi ketika Papa
pulang!” nasihat Mama.
Aku dan kakak mengucapkan
mengangguk kemudian pergi mandi. Dengan cepat, kami sudah kembali ke bawah
dengan rapi dan bersih. Beberapa menit kemudian, Papa pulang. Melihat kakak dan
aku yang rambutnya masih basah, Papa berkata, “kok baru saja mandi? Kan sudah
sangat sore.”
“Tidak apa-apa kok, Pa. Tadi
kami pergi menemui teman,” ujar kakak.
Papa dengan wajah lega
meninggalkan kami. Aku dan kakak tertawa, sedangkan Mama terlihat heran. Begitu
kami menyadarinya, kami langsung berhenti tertawa dan pergi ke atas. Aku tahu
hari ini kakak sedang dalam mood yang
bagus, jadi kuminta kakak mengajariku mengerjakan PR-ku. Haha, sudah kuduga. Pasti kakak akan mengajariku, batiku ketika
kakak mulai mengajariku. Sekitar jam setengah sepuluh malam, PR-ku selesai dan
kami merasa sangat mengantuk. Tapi, aku masih ada satu tugas yang harus
dikerjakan dengan laptop. Kakak yang sejak tadi terlihat seperti tidur
kukagetkan, “kakak! Kalau tidur di kamar kakak dong!”
Ternyata, cara itu tidak
berhasil. Aku mencobanya sekali lagi dan ternyata, GAGAL! Kucoba beberapa cara,
namun tidak membuat kakak bergerak sedikitpun. Aku menggunakan cara terakhir,
yaitu mencubitnya, berteriak padanya, dan menggucangkan tubuhnya. Tapi
sepertinya kakak memang sudah tidur pulas. Dengan sekuat tenaga, kupindahkan
kakak ke kasurku. Dan sekitar jam sepuluh malam, tugasku selesai dan aku pergi
ke dunia mimpi.
Paginya aku terbangun tidak
seperti biasa. Kakak yang biasanya bangun lebih awal berteriak, “aaa!” sangat
keras. Tentu saja, itu juga membuat Papa dan Mama terbangun. Orangtuaku segera
pergi ke kamarku, dimana suara kakak berasal. Papa dan Mama menanyai beberapa
pertanyaan, ternyata kakak hanya mimpi buruk dan terbangun di kamarku yang
memang berbeda dengan kamarnya. Papa dan Mama yang terlihat lega juga mengantuk
kembali tidur. Dan setelah orangtuaku keluar, kakak bukannya pindah ke kamarnya
melainkan tidur di kasurku. Karena merasa kesempitan, aku membangunkannya dan
kakak pindah ke kamar. Tapi, begitu kakak keluar dari kamar, aku tidak bisa
tidur. Aku mencoba memejamkan mataku beberapa kali dan aku belum juga tertidur.
Akhirnya aku hanya menyalakan music dan ternyata aku tertidur.
Pagi harinya, aku terbangun
oleh teriakan Mama. Beberapa menit kemudian, aku baru teringat, hari ini aku
sekolah. Dengan cepat aku menyambar handukku dan pergi mandi. Setelah melakukan
semua persiapan, aku turun ke bawah. Seperti biasa, semua sedang sarapan. Aku
segera sarapan dan berpamitan kepada Mama. Mama berkata sesuatu yang membuatku
teringat sesuatu, “jangan lupa dompet kalian! HP sudah dibawa belum?”. Aku
segera berlari kekamarku dan mengambil HP-ku yang terletak di samping bantalku.
Setelah ku-cek, ternyata baterainya habis. Aku teringat semalam aku menyalakan
musik agar aku bisa tertidur. Dengan wajah cemberut, aku turun ke bawah.
“Kau kenapa, sayang? Kok
cemberut?” tanya Mama.
“Baterai HP-ku habis, Ma,”
jawabku.
“Kenapa kau tidak men-chargenya?” tanya Mama lagi.
“Itu…” belum sempat aku
melanjutkan kata-kataku, kakak berkata, “sudahlah. Nih! Kupinjamkan HP-ku!”
ucap kakak sembari menyerahkan HP-nya.
"Memang kakak tidak memakainya?" tanyaku heran.
"Tidak. Kakak belum lama membeli HP baru."
"Kenapa kakak tidak mengajakku?"
"Habisnya HP-mu sudah sangat bagus. Sama saja menghabiskan uangmu kalau kau membeli yang baru."
"Habisnya HP-mu sudah sangat bagus. Sama saja menghabiskan uangmu kalau kau membeli yang baru."
"Huh! Aku kan juga kepingin kak!"
"Huss! Sudahlah. Nanti kalian terlambat lho!" sahut Mama.
Aku dan kakak menyalami tangan Mama kemudian berangkat. Di jalan aku masih kepikiran tentang pembelian HP kakak yang baru itu. Dengan muka cemberut aku memasuki kelas. Teman-temanku terlihat sibuk sendiri. Sampai-sampai Ulnie tidak menyadari aku sudah duduk disampingnya. Dia terkejut melihatku sudah duduk disampingnya dengan muka cemberut.
"Cie, yang mukanya belum disetrika," ucapnya.
Aku terdiam masih dengan muka cemberut. "Hei, mau kuambilkan setrika?" canda Ulnie.
"Apa sih, tidak lucu!" jawabku.
"Lalu, kenapa kau cemberut?"
"Kakakku membeli HP baru!"
"Hanya itu? Kenapa kau tidak membeli juga?"
"Mana bisa! Kak Fellone membelinya sendiri tanpa mengajakku!"
"Sudahlah. Lain kali kau bisa membelinya. Lagipula HP-mu kan sudah sangat bagus."
Aku cemberut mendengar jawaban Ulnie. Kupikir dia akan membelaku. Apa boleh buat, bel sudah berbunyi. Aku tidak akan bisa berbuat apa-apa. Jika aku berbicara, pasti akan dimarahi guru. Jika aku terus cemberut, pasti akan ditanyai guru-guru. Dengan berat hati aku berusaha melupakan kejadian pagi tadi.
Saat pulang, tidak seperti biasanya, teman-temanku langsung keluar kelas. Padahal mereka biasanya bermain HP atau laptop mereka di kelas. Ulnie memintaku mengantarnya ke kantin. Dengan tersenyum aku mengantarnya ke kantin karena aku juga lapar. Aku hanya membeli roti, sedangkan Ulnie membeli beberapa makanan. Sebagian dari makanan Ulnie sudah dihabiskannya, rotiku juga sudah habis. Kami berjalan ke kelas dengan bercanda tawa. Tiba-tiba aku merasa aneh. Ulnie seperti senang sekali hari ini. Teman-temanku juga tidak seperti biasanya. Akhirnya aku menyadari sesuatu yang sangat penting dalam hidupku. Dan ketika itu aku sudah dikejutkan teman-temanku ketika sampai di kelas.
No comments:
Post a Comment