Thursday, 1 March 2012

Cessita and Fellone #6

Kami pulang ke rumah sekitar pukul 5 sore. Memang cukup lama, tapi kami membeli sekotak kue stoberi dan blackforest di toko kue dekat sekolahku. Mama yang terlihat khawatir segera menanyai kami, “kemana saja kalian? Kenapa lama sekali?”
“Ah Mama. Kami kan cuma bertemu dengan teman baru kami. Mama kok khawatir sekali?” ucapku.
“Memang tidak apa-apa. Tapi kenapa kalian tidak membalas SMS dan tidak menjawab telepon dari Mama?” tanya Mama.
Aku dan kakak mengecek HP kami. Ternyata memang ada SMS dan panggilan tak terjawab dari Mama. Kakak segera menjawab, “maaf, Ma. HP kami tidak kami bunyikan dan daritadi kami tidak memeriksanya.”
“Kalian ini. Ya sudah, cepatlah pergi mandi. Kalian akan dimarahi jika kalian belum mandi ketika Papa pulang!” nasihat Mama.
Aku dan kakak mengucapkan mengangguk kemudian pergi mandi. Dengan cepat, kami sudah kembali ke bawah dengan rapi dan bersih. Beberapa menit kemudian, Papa pulang. Melihat kakak dan aku yang rambutnya masih basah, Papa berkata, “kok baru saja mandi? Kan sudah sangat sore.”
“Tidak apa-apa kok, Pa. Tadi kami pergi menemui teman,” ujar kakak.
Papa dengan wajah lega meninggalkan kami. Aku dan kakak tertawa, sedangkan Mama terlihat heran. Begitu kami menyadarinya, kami langsung berhenti tertawa dan pergi ke atas. Aku tahu hari ini kakak sedang dalam mood yang bagus, jadi kuminta kakak mengajariku mengerjakan PR-ku. Haha, sudah kuduga. Pasti kakak akan mengajariku, batiku ketika kakak mulai mengajariku. Sekitar jam setengah sepuluh malam, PR-ku selesai dan kami merasa sangat mengantuk. Tapi, aku masih ada satu tugas yang harus dikerjakan dengan laptop. Kakak yang sejak tadi terlihat seperti tidur kukagetkan, “kakak! Kalau tidur di kamar kakak dong!”
Ternyata, cara itu tidak berhasil. Aku mencobanya sekali lagi dan ternyata, GAGAL! Kucoba beberapa cara, namun tidak membuat kakak bergerak sedikitpun. Aku menggunakan cara terakhir, yaitu mencubitnya, berteriak padanya, dan menggucangkan tubuhnya. Tapi sepertinya kakak memang sudah tidur pulas. Dengan sekuat tenaga, kupindahkan kakak ke kasurku. Dan sekitar jam sepuluh malam, tugasku selesai dan aku pergi ke dunia mimpi.
Paginya aku terbangun tidak seperti biasa. Kakak yang biasanya bangun lebih awal berteriak, “aaa!” sangat keras. Tentu saja, itu juga membuat Papa dan Mama terbangun. Orangtuaku segera pergi ke kamarku, dimana suara kakak berasal. Papa dan Mama menanyai beberapa pertanyaan, ternyata kakak hanya mimpi buruk dan terbangun di kamarku yang memang berbeda dengan kamarnya. Papa dan Mama yang terlihat lega juga mengantuk kembali tidur. Dan setelah orangtuaku keluar, kakak bukannya pindah ke kamarnya melainkan tidur di kasurku. Karena merasa kesempitan, aku membangunkannya dan kakak pindah ke kamar. Tapi, begitu kakak keluar dari kamar, aku tidak bisa tidur. Aku mencoba memejamkan mataku beberapa kali dan aku belum juga tertidur. Akhirnya aku hanya menyalakan music dan ternyata aku tertidur.
Pagi harinya, aku terbangun oleh teriakan Mama. Beberapa menit kemudian, aku baru teringat, hari ini aku sekolah. Dengan cepat aku menyambar handukku dan pergi mandi. Setelah melakukan semua persiapan, aku turun ke bawah. Seperti biasa, semua sedang sarapan. Aku segera sarapan dan berpamitan kepada Mama. Mama berkata sesuatu yang membuatku teringat sesuatu, “jangan lupa dompet kalian! HP sudah dibawa belum?”. Aku segera berlari kekamarku dan mengambil HP-ku yang terletak di samping bantalku. Setelah ku-cek, ternyata baterainya habis. Aku teringat semalam aku menyalakan musik agar aku bisa tertidur. Dengan wajah cemberut, aku turun ke bawah.
“Kau kenapa, sayang? Kok cemberut?” tanya Mama.
“Baterai HP-ku habis, Ma,” jawabku.
“Kenapa kau tidak men-chargenya?” tanya Mama lagi.
“Itu…” belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, kakak berkata, “sudahlah. Nih! Kupinjamkan HP-ku!” ucap kakak sembari menyerahkan HP-nya.
"Memang kakak tidak memakainya?" tanyaku heran.
"Tidak. Kakak belum lama membeli HP baru."
"Kenapa kakak tidak mengajakku?"
"Habisnya HP-mu sudah sangat bagus. Sama saja menghabiskan uangmu kalau kau membeli yang baru."
"Huh! Aku kan juga kepingin kak!"
"Huss! Sudahlah. Nanti kalian terlambat lho!" sahut Mama.
Aku dan kakak menyalami tangan Mama kemudian berangkat. Di jalan aku masih kepikiran tentang pembelian HP kakak yang baru itu. Dengan muka cemberut aku memasuki kelas. Teman-temanku terlihat sibuk sendiri. Sampai-sampai Ulnie tidak menyadari aku sudah duduk disampingnya. Dia terkejut melihatku sudah duduk disampingnya dengan muka cemberut.
"Cie, yang mukanya belum disetrika," ucapnya.
Aku terdiam masih dengan muka cemberut. "Hei, mau kuambilkan setrika?" canda Ulnie.
"Apa sih, tidak lucu!" jawabku.
"Lalu, kenapa kau cemberut?"
"Kakakku membeli HP baru!"
"Hanya itu? Kenapa kau tidak membeli juga?"
"Mana bisa! Kak Fellone membelinya sendiri tanpa mengajakku!"
"Sudahlah. Lain kali kau bisa membelinya. Lagipula HP-mu kan sudah sangat bagus."
Aku cemberut mendengar jawaban Ulnie. Kupikir dia akan membelaku. Apa boleh buat, bel sudah berbunyi. Aku tidak akan bisa berbuat apa-apa. Jika aku berbicara, pasti akan dimarahi guru. Jika aku terus cemberut, pasti akan ditanyai guru-guru. Dengan berat hati aku berusaha melupakan kejadian pagi tadi.
Saat pulang, tidak seperti biasanya, teman-temanku langsung keluar kelas. Padahal mereka biasanya bermain HP atau laptop mereka di kelas. Ulnie memintaku mengantarnya ke kantin. Dengan tersenyum aku mengantarnya ke kantin karena aku juga lapar. Aku hanya membeli roti, sedangkan Ulnie membeli beberapa makanan. Sebagian dari makanan Ulnie sudah dihabiskannya, rotiku juga sudah habis. Kami berjalan ke kelas dengan bercanda tawa. Tiba-tiba aku merasa aneh. Ulnie seperti senang sekali hari ini. Teman-temanku juga tidak seperti biasanya. Akhirnya aku menyadari sesuatu yang sangat penting dalam hidupku. Dan ketika itu aku sudah dikejutkan teman-temanku ketika sampai di kelas.

No comments:

Post a Comment