Monday, 6 February 2012

Cessita and Fellone #2

"Itu lho! Aku pernah melihatnya!" jawab kakak.
"Tapi siapa?" tanyaku kebingungan.
Memang, kalau dilihat sekilas seperti Mama. Tapi, seingatku aku tidak mempunyai saudara atau sepupu seperti itu. Gadis itu berambut coklat kemerahan sepertiku dan kakak, tapi bola matanya berwarna hijau, seperti Papa. Kakak pun berusaha tidak melihatnya, tapi dia terus keheranan.
"Lupakan saja, Kak. Dia bukan siapa-siapa," ucapku.
"Kau ini kenapa Fellone? Kau naksir padanya?" tanya teman kakak.
"Tidak. Ah, lupakan saja," ujar kakak. Tidak lama kemudian, makanan yang kakak pesan datang.
"Wah, kau tidak pesan apapun, Dik? Nih, makan," ucap kakak sembari menyodorkan makanannya.
"Tidak usah. Biar aku pesan lagi," tolakku.
Setelah puas makan, kami pulang. Tapi, kakak seperti terus mengingat gadis tadi. Dia memang cantik. Sebenarnya aku juga memikirkannya. Tapi, lupakan saja.
Sampai dirumah, Mama melihat kakak tidak seperti biasa. Dan jika begitu, Mama pasti menanyainya. "Ada apa, Kak? Kok murung?" tanya Mama.
"Tidak Ma, aku hanya capek," jawab kakak.
Dan malam itu, kakak hanya diam di kamar. Kakak tidak keluar untuk makan, berkumpul bersama keluarga, dan hal lainnya. Karena aku merasa keherananku tidak bisa ditahan, akhirnya aku bercerita pada mama.
"Mah, tadi kakak dan aku lihat seorang gadis. Rambutnya coklat kemerahan sepertiku dan kakak, bola matanya hijau seperti Papa. Aneh bukan?" ucapku.
"Masa'?" tanya Mama. Raut wajah mama langsung berubah.
"Iya. Bentuk rambutnya seperti Papa!" jelasku.
"Tidak. Tidak mungkin. Dia bukan siapa-siapa," ucap Mama.
Aku meninggalkan kedua orangtuaku di ruang keluarga dan naik ke atas, ke kamar kakak. Kulihat kakak sedang bermain laptopnya dengan wajah murung. Segera aku menghampirinya dan berkata, "kak, tadi aku bercerita tentang gadis yang tadi kita lihat di restoran kepada Mama. Tapi kenapa muka seperti heran?"
"Tidak salah lagi. Pasti benar," ucap kakak perlahan.
"Apa kakak bilang?" tanyaku karena aku tidak mendengar ucapan kakak.
"Bukan apa-apa. Kau pergilah tidur. Kau besok sekolah kan?" ujar kakak.
"Iya. Tapi kakak juga tidur. Matikan laptop kakak!" ucapku. Kakak pun mematikan laptopnya dan pergi tidur. Aku keluar dari kamar kakak dan pergi tidur di kamarku.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah diantar Papa. Kakak sudah berangkat terlebih dahulu karena ada sesuatu yang harus dikerjakannya di sekolah. Di kelas, aku menghampiri Ulnie dan bercerita tentang peristiwa semalam. Ulnie menyarankanku untuk menanyakannya kepada teman kakak. Untunglah aku punya nomor hp-nya. Segera ku sms dia, sms itu berisi, "Hai kak, ini aku, Cessita, adik kak Fellone. Apa kakak kenal dengan gadis yang kemarin?"
Tidak lama kemudian, ada balasan dari kakak itu, "Hai dik Cessita. Kau belum tahu namaku kan? Aku kak Rynoil. Aku tidak tahu, tapi aku seperti pernah melihatnya."
Sms itu kubalas, "Hah? Siapa? Kakak pernah meliatnya?"
Kak Rynoil pun membalas, "Ya. Tapi aku tak tahu siapa dia."
Aku terus memikirkan gadis kemarin. Sepertinya dia 'penting' dalam hidupku. Sampai akhirnya bel masuk berbunyi, aku berusaha berhenti memikirkannya. Ulnie mengajakku mengobrol dan bercanda tawa, secara tidak sadar aku sudah tidak memikirkan gadis itu.

No comments:

Post a Comment